“Tidak ada yang namanya dana direktif gubernur. Itu istilah saja, bukan istilah dalam regulasi keuangan,” ujar Iqbal menegaskan dalam keterangannya di Mataram.
Menurut Iqbal, seluruh program dan kegiatan yang dijalankan Pemerintah Provinsi NTB sudah melalui mekanisme resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ia menilai isu yang beredar hanya salah tafsir terhadap program kebijakan yang memang diarahkan untuk mendukung pembangunan daerah.
Baca Juga : Aturan Baru! PPPK Paruh Waktu Tetap Dapat Tunjangan, Pemprov NTB Siap Jalankan Skema Baru
DPRD dan Isu Pokir
Sebelumnya, salah satu anggota DPRD NTB periode 2024–2029, Abdul Rahim, mengungkap adanya tawaran program senilai sekitar Rp 2 miliar per anggota dewan. Dana itu disebut berbentuk program dengan skema by name by address, namun tidak jelas sumber dan dasar hukumnya.
Rahim mengaku sempat menolak tawaran tersebut karena menganggapnya tidak sesuai mekanisme Pokir yang sah. Ia menduga dana tersebut merupakan bagian dari praktik tidak transparan yang perlu ditelusuri aparat penegak hukum.
Proses Hukum oleh Kejati NTB
Kejaksaan Tinggi NTB kini telah menaikkan penyelidikan dugaan “dana siluman” Pokir ke tahap penyidikan. Sejumlah uang dengan total sekitar Rp 2 miliar telah disita sebagai barang bukti.
Kepala Kejati NTB menyampaikan bahwa penyidik masih menelusuri siapa pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam aliran dana tersebut. Hingga kini, belum ada penetapan tersangka. Proses hukum masih difokuskan pada pengumpulan bukti dan klarifikasi terhadap sejumlah saksi, baik dari pihak eksekutif maupun legislatif.
Transparansi dan Akuntabilitas
Pemerintah Provinsi NTB menegaskan komitmennya terhadap tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Iqbal berharap agar isu dana siluman tidak dijadikan komoditas politik, melainkan ditangani secara hukum dan fakta.
“Kita dukung langkah Kejaksaan untuk menuntaskan persoalan ini secara transparan. Semua pihak harus menghormati proses hukum,” tutup Iqbal.